Rabu, 27 Februari 2019

HASIL TIDAK PERNAH MENGKHIANATI PROSES


HASIL TIDAK PERNAH MENGKHIANATI PROSES
Oleh: Maria Yasinta Datu, S.Pd
“Hidup adalah sesuatu yang bergerak. Kekuatan manusia bukan sesuatu yang statis. Tuhan menganugerahkan segala fitur pembangkit keberhasilan dalam tubuh dan pikiran kita
(Merry Riana).”

Image may contain: 5 people, people smiling, people standing and indoorTiga belas tahun sudah aku
 menjadi seorang guru Sekolah
 Dasar Swasta Katolik di Perawang
 Provinsi Riau. Aku berasal dari
 Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).
 Sejak lulus kuliah PGSD aku ditempatkan di kota Perawang. Menjadi guru di tanah rantau bukanlah hal yang mudah bagiku bahkan mungkin bagi sebagian orang. Mengapa tidak? Aku harus bisa beradaptasi dengan berbagai aspek kehidupan di tanah orang. Mulai dari suku, bahasa, cara hidup, dan juga dialekku dalam berbicara. Dialek berbicara orang Indonesia Timur yang mungkin menurut sebagian orang itu keras atau kasar sangat berbeda dengan dialek suku Jawa, Melayu, Minang, Nias, dan juga Batak. Dengan begitu aku harus menyesuaikan diri dengan keadaan seperti itu. Namun kalau boleh jujur, walaupun dialek kami orang Indonesia Timur seperti itu tetapi didalamnya terkandung nilai kejujuran dan ketegasan. Perlahan-lahan aku pun bisa masuk ke dalam pergaulan dimana aku berkarya.
            Guru adalah diguguh dan ditiru. Kalimat itulah yang selalu terngiang dalam telingaku manakala aku mulai letih bahkan bosan dengan rutinitas yang itu-itu saja. Rutinitas mengajar dalam kelas dan menyelesaikan seabrek administrasi pembelajaran sesuai tuntutan kurikulum. Itu semua adalah tugas yang harus dipenuhi oleh seorang guru. Tetapi dalam perjalanan waktu, jika hal itu-itu saja yang dilakukan maka seorang guru tidak akan berkembang. Maka aku pun berpikir untuk keluar dari zona nyaman. Di sekolah tempat aku mengabdikan diri ada beberapa kegiatan pengembangan diri siswa; diantaranya kegiatan ekstrakurikuler. Beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang kugeluti adalah sebagai pembimbing ekstarakurikuler paduan suara, pembimbing olimpiade IPA,  pembimbing olimpiade PPKn, bahkan pembimbing vokal solo untuk persiapan FLS2N. Kegiatan-kegiatan ini merupakan sarana bagiku untuk meningkatkan mutu guru menjadi guru yang profesional.
Aku sadar bahwa wawasanku masih sangat minim bahkan dari segi pengalaman menjadi pembimbing olimpiade aku bukan apa-apa. Ilmuku minim sekali dibanding pembimbing olimpiade dari sekolah lain yang sudah menasional prestasinya. Rasa minder dan ragu timbul dalam diriku jika berhadapan dengan sekolah yang lain dalam ajang perlombaan O2SN, FLS2N, bahkan jenis-jenis olimpiade yang diselenggarakan oleh beberapa Universitas ternama di Provinsi Riau. Aku hanya berdoa dalam hati agar anak-anak bimbinganku bisa mengikuti lomba dengan baik, syukur jika juara. Itu adalah bonus dari Tuhan.
Beberapa kali anak-anak didik dari sekolah kami mengikuti ajang perlombaan baik akademis maupun non akademis. Untuk bidang akademis anak didik dari sekolah kami mengikuti seleksi O2SN IPA mulai dari tingkat kecamatan sampai ke tingkat selanjutnya. Hasil dari seleksi tersebut anak-anak didik ada yang lolos seleksi kecamatan, kemudian mengikuti seleksi kabupaten. Namun, aku harus berjuang lebih lagi dalam membimbing anak-anak didik tersebut karena tidak sampai ke tingkat provinsi. Sampai saat ini aku masih terus belajar dan belajar dari berbagai sumber referensi buku yang berhubungan dengan olimpiade IPA. Tak pelak di atas meja kerjaku banyak sekali tumpukan buku mulai dari buku referensi SD sampai buku-buku SMP pun saya pelajari. Aku tidak mau terlihat kaku dan bodoh di depan anak didikku. Setidaknya ada sedikit tambahan ilmu yang masuk ke pikiranku. Belajar tidak harus dari buku saja, aku juga tidak sungkan untuk bertanya trik-trik jitu dari rekan-rekan guru pembimbing olimpiade sekolah lain terutama pada sekolah yang sudah menasional. Puji Tuhan, aku mendapatkan teman guru pembimbing dari sekolah lain yang sangat baik mau berbagi bahkan kami sharing tentang soal-soal olimpiade IPA. Untuk menambah wawasan di bidang olimpiade IPA kami juga sering mmengikuti perlombaan yang diadakan beberapa univeritas ternama di Pekanbaru, terkadang memperoleh hasil yang memuaskan, kadang juga kami harus berbesar hati jika kami tidak memperoleh hasil yang memuaskan. Bukan hanya di bidang akademis, dalam non akademis seperti FLS2N untuk cabang vocal solo  kami juga menorehkan hasil yang cukup membanggakan walaupun hanya sampai tingkat provinsi. Kegagalan-kegagalan yang aku peroleh dalam olimpiade tidak membuatku menyerah begitu saja.
Suatu hari aku melepaskan penatku di sebuah gramedia di kota Pekanbaru. Aku menyusuri setiap lorong dan etalase buku mulai dari karya fiksi, non fiksi, bahkan gabungan keduanya. Terhenti aku di sebuah lorong dan mataku tertuju kepada sebuah buku yang berisi tentang perjuangan seorang motivator favoritku. Tak berpikir lama tanganku pun langsung meraih buku itu dan membalikkan ke halaman sinopsisnya. Kubaca dan hatiku bergumam; ”Luar biasa isi buku ini, aku harus membelinya.” Aku menuju kasir dan membayar buku tersebut. Aku mencari pojok baca di gramedia tersebut yang menurutku tempat ternyaman disitu, kududuk bersimpuh sembari mebaca buku kisah hidup Merry Riyana yang sangat menggugah hatiku. Selembar demi selembar kubaca,aku  tersontak pada sebuah kutipan kalimat yang menurutku tepat sekali sebagai kata-kata motivasi bagiku. “Hidup adalah sesuatu yang bergerak. Kekuatan manusia bukan sesuatu yang statis. Tuhan menganugerahkan segala fitur pembangkit keberhasilan dalam tubuh dan pikiran kita.” Sesaat aku mencoba untuk mencerna kutipan tersebut sambil menginstropeksikan diri sendiri. Satu makna yang ku tangkap bahwa dalam hidup ini semua orang pasti akan berhasil. Tuhan sudah menganugerahkan talenta keberhasilan dalam hidup setiap insan, tinggal bagaimana talenta keberhasilan itu dapat kita kembangkan tergantung kepada manusianya. Apakah hidup itu hanya diisi dengan sesuatu yang tidak bermanfaat atau pasrah pada keadaan? Kutipan dari sang motivator handal inilah yang menggugah hatiku untuk menghasilkan sesuatu yang bermutu dan ada kebermanfaatan bagi orang lain. Apa itu? Aku juga belum tahu. Namun tekad itu sudah ada.
Pertengahan Januari 2019, dua orang mahasiswa dari Universitas Riau  berkunjung ke sekolah tempatku bertugas. Mereka membawa brosur undangan olimpiade PPKn -8. Brosur itu kuserahkan kepada kepala sekolah. Kepala sekolahku bertanya: “Apakah kita akan mengikutinya?” Aku pun menjawab: “Jika ibu memberikan kepercayaan, maka saya bersedia untuk membimbing anak-anak untuk mengikuti olimpiade tersebut.” Kemudian kepala sekolahku menyetujuinya. Aku kembali ke kantor dan menuju tempat duduk. Aku membuka brosur dan kupelajari semua ketentuan yang ada dalam buku panduan olimpiade tersebut.
Untuk membantu meringankan tugas dan juga saling berbagi ilmu, maka aku mengajak serta  Ibu Yose kebetulan satu paralel denganku. Kami berdua adalah guru kelas 5. Sosok Ibu Yose adalah seorang guru yang pendiam, berbicara hanya jika penting saja, dan yang terpenting beliau mau bekerja sama dan mau belajar. Kami pun berbagi tugas untuk membimbing anak-anak olimpiade PPKn tersebut. Bekerja sama dengan Ibu Yose sangat menyenangkan. Sampai suatu ketika, saya membaca kembali brosur tersebut, di dalamnya tertera bahwa guru pembimbing mata pelajaran PPKn juga boleh mengikuti perlombaan yaitu “Lomba Guru Mengajar”. Tertegun sesaat sembari menatap brosur tersebut. Hatiku pun bertanya; “Bisakah aku mengikutinya?” akhirnya keputusan itu kuambil, walaupun dalam keraguan. Aku mengajak Ibu Yose untuk ikut serta dalam perlombaan tersebut, ternyata beliau merespon dengan baik ajakan itu. Kami pun mempelajari segala hal yang harus dipersiapkan dalam perlombaan itu.
Pelaksanaan Olimpiade PPKn-8 berlangsung satu minggu dimulai dari Senin, 18 Februari-Sabtu, 23 Februari 2019. Cabang lomba yang didaftarkan kami ikuti dengan baik. Untuk kategori siswa kami cukup puas berada pada peringkat 6 untuk tes tertulis dari 80 peserta dan peringkat 5 besar dari 50 peserta  untuk lomba rangking 1. Untuk kategori guru dilombakan pada hari Jumat, 22 Februari 2019. Kami mengikuti lomba tersebut layaknya mengajar murid di dalam kelas sendiri. Siswa dalam perlombaan adalah mahasiswa dari FKIP Prodi PPKn dan juri kami adalah para dosen dari prodi PPKn. Serasa kuliah lagi. Kami harus berkompetisi dengan guru-guru dari sekolah lain di Provinsi Riau-Kepulauan Riau. Dalam perlombaan tersebut, aku sempat berkecil hati melihat peserta lain mengajar dengan media pembelajaran yang menggunakan teknologi internet yang sangat bagus dan mumpuni. Sementara aku masih menggunakan media pembelajaran manual yang dibuat atas ide sendiri. Perlombaan pun berakhir, kami pulang ke rumah masing-masing.
Pukul 18.00 petang di hari yang sama, handphone miliku bergetar. Hatiku pun dag…. dig….. dug…. tatkala aku melihat layar HP bahwa yang mengirimkan WA adalah group guru mengajar. Perlahan kuambil HP dan kubukakan pesan dalam WA. Pesan itu lumayan panjang yang berisi ucapan selamat kepada pemenang dan undangan makan malam bapak walikota Pekanbaru kepada seluruh pemenang Olimpiade PPKn-8 se Riau-Kepri yang diselenggarakan FKIP Prodi PPKn Universitas Riau. Aku membaca kalimat demi kalimat dan mataku terhenti pada dua nama yang tertera dalam pesan itu yaitu pemenang lomba mengajar guru, juara 1 diraih oleh Maria Yasinta Datu dan juara 3 diraih oleh Yoselina Br Silaban. Aku langsung teriak dan melonjak kegirangan begitu pun rekan aku Ibu Yose. Waoooooww….rasa tak percaya! I don’t know what else to say…….. I am very speechless.
Tibalah saatnya keesokan hari Sabtu, 23 Februari 2019 aku dan rekanku Ibu Yose berangkat ke Kampus FKIP Prodi PPKn Universitas Riau untuk pengambilan hadiah dan sertifikat. Sebelum pembagian hadiah berlangsung, semua pemenang lomba Olimpiade PPKn-8 se Riau-Kepri mengikuti sosialisasi 4 Pilar MPR RI. Sosialisasi berlangsung selama kurang lebih 2 jam. Setelah itu berlanjut pembagian hadiah untuk 15 cabang olimpiade PPKn-8 yang diikuti oleh 900 peserta se Provinsi Riau dan Kepulauan Riau. Satu per satu juara cabang lomba dibacakan. Yang ditunggu-tunggu pun datang. Pembacaan pemenang lomba Olimpiade PPKn-8 cabang guru mengajar. Sesaat jantungku berdegup kencang sekali, manakala namaku disebut sebagai juaranya. Aku pun maju ke podium menerima penghargaan berupa piala dan amplop berisi uang pembinaan. Saat Wakaprodi PPKn menyerahkan Piala, tak ku sangka tangan dan sekujur tubuhku bergetar seolah-olah terjadi gempa dengan skala richter yang kecil. Aku berpikir ternyata seperti ini ya rasanya jika menjadi pemenang. Serasa sekujur tubuh ikut merasakan keberhasilan itu.
Untuk mengabadikan moment yang menurutku langka, maka aku dan rekanku membingkai kebahagiaan kami dengan berfoto bersama. Rasanya tidak afdol kalau zaman sekarang dimana orang menyebutnya zaman milenial  kebahagiaan hanya dirasakan sendiri, maka kami berdua masing-masing mengunggah moment tersebut ke facebook. Ratusan ucapan selamat pun kami dapatkan. Tidak hanya oleh sesama rekan guru dari tempat aku bekerja, namun dari jauh pun baik yang ku kenal maupun tidak ikut memberikan ucapan selamat buatku. Namun aku sadar bahwa semua keberhasilan ini jangan sampai membuat kita menjadi sombong, karena di atas langit masih ada langit. Keberhasilan ini membuatku tersadar bahwa jika kita ingin berhasil maka lakukanlah dengan niat dan usaha yang baik serta strategi yang terarah, niscaya apa yang kita impikan akan terwujud satu per satu. Berserahlah diri pada Tuhan. Tetaplah rendah hati dan teruslah belajar. Long life education. Jadilah seperti ilmu padi “Semakin berisi semakin merunduk”, maka percayalah hasil yang kita dapatkan tidak pernah mengkhianati proses. Jalani hidup ini seperti air mengalir. Jangan banyak mengeluh, karena sebenarnya hidup kita sudah diatur oleh yang kuasa.
#Perawang, 28 Februari 2019#