Selasa, 05 Maret 2019

SEPENGGAL TENTANG RABU ABU


SEPENGGAL TENTANG RABU ABU
Oleh : Maria Yasinta Datu, S.Pd


“Hanya debulah aku, di alas kaki-Mu Tuhan. Hauskan titik embun, sabda penuh ampun. Tak layak aku tengadah menatap cahyaMu. Tak pantas aku menghadap di depan altarMu.”

Sepenggal lagu yang sering dilantunkan saat Rabu Abu itu tiba. Lirik yang mengandung makna yang begitu menyentuh setiap insan manusia. Bahkan ketika kita menyanyikan dengan penghayatan yang mendalam, memaknai kata demi kata, kita bisa meneteskan air mata. Menyadarkan kita bahwa kita hanyalah manusia yang tidak sempurna, penuh dengan dosa, penuh dengan kedustaan, penuh dengan kemunafikan, penuh dengan kemurkaan, dan banyak lagi yang lain. Walau aku tak pantas menghadap altar-Mu, namun Engkau selalu merangkulku dan merengkuhku dalam dekapan kasih-Mu yang begitu dalam.
Rabu Abu merupakan hari pertama dari masa prapaskah dalam liturgi tahunan grejawi. Rabu Abu diadakan setiap hari Rabu, 40 (empat puluh) hari sebelum hari Paskah tiba. Pada hari itu biasanya umat Katolik pergi ke gereja untuk mengikuti misa atau ibadat Rabu Abu. Umat diberi tanda salib dengan abu yang sudah diberkati pada dahi sebagai simbol pengingat umat manusia akan tanda kesedihan, penyesalan yang mendalam, serta pertobatan.
Rabu Abu bisa dikatakan sudah benar-benar kita pahami jika melakukan puasa dengan menahan hawa nafsu serta berpantang dan juga tidak berbuat dosa lagi serta semakin peduli dengan sesama kita. Bagi umat Katolik, puasa dan pantang merupakan tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib.
Hari puasa diadakan hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Pantang dilakukan pada hari Rabu Abu dan 7 Jumat selama masa Prapaskah sampai dengan Jumat Agung. Secara Yuridis, Puasa berarti makan kenyang sekali  sehari. Pantang kita memilih makanan atau minuman yang paling kita sukai sehingga pada masa prapaskah kita tidak mengonsumsinya. Pantang tidak harus dalam bentuk makanan atau minuman melainkan juga perbuatan yang merupakan kebiasaan kita, itu pun bisa menjadi tantangan buat kita, apakah kita mampu melakukan perbuatan pantang saat prapaskah ini.
Secara manusiawi mungkin kita tidaklah sanggup menjalani semua itu. Namun sebagai orang beriman yang percaya akan kasih Yesus Kristus maka hal itu sanggup kita lewati. Puasa dan pantang harus diiringi dengan niat dan usaha yang tulus. Niat untuk lebih mengasihi sesama, niat untuk selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap perkara hidup, dan berusaha untuk menguasai tubuh serta pikiran kita dengan berbuat hal kecil yang berimbas baik kepada sesama. Untuk itu, agar kita layak dan pantas di hadapan Tuhan, dalam masa prapaskah ini kita diajak untuk bersedekah, berdoa, berpuasa menuju pertobatan yang hakiki.
#Perawang, 6 Maret 2019#
(Selamat menjalankkan masa prapaskah)

2 komentar:

  1. Selamat hari rabu abu juga mo

    BalasHapus
  2. Mantab bu May..... semangat terus menulis ya.... boleh tuh ditambah lagi..ILUKE YOU.

    BalasHapus