Rabu, 17 Juli 2019

TAJUK



Manakah yang Salah, Pengajaran atau Pendidikannya?
Oleh : Maria Yasinta Datu

Akhir- akhir ini banyak warga masyarakat dibuat resah akibat beberapa tindak kejahatan. Sebut saja aksi begal, penjarahan, pencurian, bahkan aksi ancaman pembunuhan. Aksi kejadian tersebut dilakukan dengan strategi yang sangat profesional, sehingga korbannya pun tidak ada prasangka buruk terhadap aksi mereka. Beberapa strategi yang dilakukan antara lain; berpura-pura menanyakan alamat tertentu, berpura-pura untuk bertamu di siang hari dengan sikap yang sangat manis, dan masih banyak lagi strategi yang mereka lakukan.

Di balik aksi mereka tujuannya satu yaitu ingin sesuap nasi. Barang-barang yang mereka inginkan seperti handphone, uang, perhiasan emas, jam tangan bermerk, kamera bermerk, dan lain sebagainya. Mirisnya lagi, pelaku kejahatan tersebut adalah anak-anak muda yang produktif dalam mencari pekerjaan. Sungguh sangat disayangkan perbuatan yang tidak terpuji ini. Melihat kejadian demi kejadian, sejenak berpikir. “Manakah yang Salah, Pengajaran atau Pendidikannya?”
 
Pengajaran merupakan  proses belajar atau menuntut ilmu. Siapakah yang berperan dalam hal ini? Tentu pendidik yang meliputi guru, dosen, ustadz, atau lainnya yang bertugas menyampaikan ilmu kepada muridnya. Setelah ilmu tersampaikan maka hasilnya murid akan menjadi pintar, pandai, dan memiliki ilmu pengetahuan. Apakah seseorang cukup dibekali dengan ilmu saja? Jawabnya tentu tidak.

Pendidikan merupakan proses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Menurut Permendikbud Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter pada satuan pendidikan formal, dinyatakan bahwa Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bahan dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). 

Nilai-nilai yang dimaksud disini meliputi nilai religiusitas, nasionalisme, gotong royong, mandiri, dan integritas. Nilai-nilai karakter tersebut perlu dibudayakan  untuk anak-anak di tengah kemerosotan akhlak yang dikeluhkan banyak pihak. Nilai religiusitas mencerminkan keberimanan dan ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Di sini seseorang ditekankan untuk tekun menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan agama yang dianutnya. Seseorang diharapkan memiliki ilmu agama yang mumpuni agar dalam kehidupan bermasyarakat dapat menjadi imam, serta dapat menghargai agama yang satu dan lainnya. 

Nilai nasionalis menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan. Untuk memupuk rasa nasionalis seseorang dapat melakukan dari hal-hal kecil seperti mengikuti peraturan yang ditetapkan pihak berwenang, menjaga ketenangan masyarakat, mengikuti upacara bendera saat hari besar nasional atau sejenisnya. 

Nilai mandiri artinya tidak bergantung pada orag lain dan menggunakan tenaga, pikiran, dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Nilai kemandirian ini identik dengan kesuksesan seseorang. Biasanya sesorang yang hidup mandiri sejak kecil akan lebih mudah meraih kesuksesan ketika usia dewasa. 

Nilai gotong royong mencerminkan tindakan menghargai kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama. Pada zaman dahulu asas kekeluargaan dan gotong royong sangat kental diantara hidup bermasyarakat. Namun pada zaman milenial yang telah mengenal arus teknologi perlahan nilai gotong royong mulai menghilang. Untuk itu sebaiknya nilai karakter ini kita bangkitkan lagi kepermukaan, agar seseorang memiliki sifat tenggang rasa dan tepaselira. 

Nilai intergritas artinya selalu berupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang bisa dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan. Seseorang yang memiliki nilai integritas akan berhati-hati menjalin pergaulan, sebab kepercayaan yang diberikan kepada orang lain itu mahal harganya.

Jika kelima nilai-nilai tersebut diimplementasikan dengan baik, maka seseorang diharapkan memiliki pendidikan karakter yang baik dan tangguh. Seseorang tidak terjerumus ke dalam aksi kejahatan dan kemaksiatan seperti; begal, penjarahan, pencurian, serta aksi ancaman pembunuhan.

Dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan terhadap penerapan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang paling istimewa diharapkan manusia selalu mendekatkan diri kepada Tuhan agar dapat membersihkan hati insan dari sifat iri, dengki, keji, dan mengisinya dengan sifat terpuji.  Pendidikan juga mampu mengembalikan hati nurani kepada keadaan fitrah yang suci serta nafsu perlu dikendalikan supaya tidak cenderung melakukan tindakan kejahatan dan maksiat tetapi cenderung kepada kebaikan, amal ibadah, dan doa. 

Dalam uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa pengajaran dan pendidikan bagai dua mata pisau yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Seseorang tidak bisa dikatakan baik jika hanya memiliki ilmu pengetahuan yang cukup begitu pun sebaliknya. Oleh karena itu, pengajaran tanpa pendidikan akan menghasilkan masyarakat yang pandai tetapi ahlaknya jahat. Jahat dalam hal ini meliputi; rasa dengki, iri, dendam, individual, hilang rasa kasih sayang, bahkan rasa kemanusiaan musnah.

Mendidik saja tanpa dibekali ilmu yang memadai akan menghasilkan individu yang baik tetapi tidak berguna di tengah masyarakat. Seseorang berahklak mulia yang baik ternyata tidak serta merta memiliki masa depan yang gemilang, jika tidak memiliki ilmu pengetahuan yang cukup. Peranan pengajaran ilmu hanya sedikit saja sedangkan selebihnya adalah peranan pendidikan.

Manusia menjadi jahat bukan karena tidak tahu ilmu. Manusia jahat adalah karena proses pendidikannya yang tidak tepat sehingga jiwanya tidak hidup. Pengajaran dan pendidikan harus seimbang, agar seseorang dapat menjadi pribadi yang berkarakter baik dan memiliki ilmu yang memadai. Dengan demikian aksi-aksi seperti; begal, penjarahan, pencurian, bahkan aksi ancaman pembunuhan tidak terjadi di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Marillah kita menjadi generasi milenial yang berkepribadian cerdas serta berkarakter baik.
#Perawang, 5 Juni 2019
#Peace and Love

Tidak ada komentar:

Posting Komentar